Monday, January 11, 2010

Dua Polisi yang Menyaksikan Eksekusi atas Sayyid Qutb


Saturday, September 12, 2009



Puisi Terakhir AsSyahid Sayyid Qutb

Saudara!
Seandainya kau tangisi kematianku
Dan kau siram pusaraku dengan airmatamu
Maka di atas tulang-tulangku
yang hancur luluh
Nyalakan obor buat umat ini
Dan...........................................
Teruskan perjalanan ke gerbang jaya

Saudara!
kematianku adalah suatu perjalanan
mendapatkan kekasih yang sedang merindu
Taman-taman di syurga Tuhanku bangga
menerimaku
Burung-burung berkicau riang menyambutku
Bahagialah hidupku di alam abadi

Saudara!
Puaka kegelapan pasti akan hancur
Dan alam ini akan disinari fajar lagi
Biarlah rohku terbang mendapatkan rindunya
Janganlah gentar berkelana di alam abadi
Nun di sana fajar sedang memancar

ditaip 30 mei 2008 ; 9.17 am


Pesanan as-Syahid Syed Qutb

Manusia tanpa iman adalah manusia yang kerdil dan kecil.
Manusia tanpa iman adalah manusia yang rendah dan dangkal cita-citanya.
Manusia tanpa iman adalah manusia yang sempit dan perit kehidupannya.
Manusia tanpa iman adalah manusia yang pendek dan singkat matlamatnya.
Manusia dengan iman adalah manusia yang hebat dan gagah.
Manusia dengan iman adalah manusia yang tinggi dan jauh cita-citanya.
Manusia dengan iman adalah manusia yang luas dan aman kehidupannya.
Manusia dengan iman adalah manusia yang panjang dan jauh matlamatnya.

http://hoodsunny.blogspot.com/


Sudah lama, da’i, serta para penyeru Islam yang mempersembahkan nyawanya di Jalan Allah, atas dasar ikhlash kepadaNya, sentiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati segenap manusia. Di antara da’i dan penyeru Islam itu adalah Syuhada (insya Allah) Sayyid Qutb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung, memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang mengenal Beliau atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Di antara mereka yang begitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya (di tahun 1966).

Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita:

Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan merubah total kehidupan kami.

Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang-orang itu adalah para pengkhianat negara yang telah bekerja sama dengan agen Zionis Yahudi. Karena itu, dengan cara apapun kami harus bias mengorek rahasia dari mereka. Kami harus dapat membuat mereka membuka mulut dengan cara apapun, meski itu harus dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.

Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan negara dan melindungi masyarakat dari para “pengkhianat keji” yang telah bekerja sama dengan Yahudi hina.

Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami mempersaksikan para ‘pengkhianat’ ini sentiasa menjaga shalat mereka, bahkan sentiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamullail setiap malam, dalam keadaan apapun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka sentiasa berdzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat.

Beberapa di antara mereka berpulang menghadap Allah sementar ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing lapar merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyum di bibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah.

Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan ‘penjahat keji’ dan ‘pengkhianat’? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh dalam menjalankan perintah agamanya adalah orang yang berkolaborasi dengan musuh Allah?

Maka kami, aku dan temanku yang sama-sama bertugas di kepolisian ini, secara rahasia menyepakati, untuk sedapat mungkin berusaha tidak menyakiti orang-orang ini, serta memberikan mereka bantuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan ijin Allah, tugas saya di penjara militer tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. Kami diberi tahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan ‘pengkhianat’ itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh makar jahat mereka. Namanya Sayyid Qutb.

Orang ini agaknya telah mengalami siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus menyeretnya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung.

Malam itu seorang sheikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi.

(Sheikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah…”. Sayyid Qutb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Sheikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat Laa ilaha illa Allah, sementara engkau mencari makan dengan Laa ilaha illa Allah”. Pent)

Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun dan tangannya dan membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap.

Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan senjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher Beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi.

Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausiyah kepada saudaranya, untuk tetap tsabat dan shabr, serta menyampaikan kabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di Surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan para Shahabat. Tausiyah ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!” Aku tergetar mendengarnya.

Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda.

Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Qutb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar, “Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni”.

Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, “Tulislah Saudaraku, satu kalimat saja… Aku bersalah dan aku minta maaf…”

(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Qutb dipenjara, lalu datanglah saudarinya Aminah Qutb sembari membawa pesan dari rejim thowaghit Mesir, meminta agar Sayyid Qutb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Naser, maka ia akan diampuni. Sayyid Qutb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang sentiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalatnya, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rejim thowaghit…”. Pent)

Sayyid Qutb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa Beliau berkata, “Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan Akhirat yang abadi”.

Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar karena rasa sedih yang mencekam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…”

Ustadz Sayyid Qutb berkata tenang, “Selamat datang kematian di Jalan Allah… Sungguh Allah Maha Besar!”

Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi untuk dilanjutkan.

Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Qutb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan menjalani eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk selama-lamanya… Mereka mengucapkan, “Laa ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah…”

Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan berusaha menjadi hambaNya yang sholeh. Aku sentiasa berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman hingga akhir hayatku.

Diambil dari kumpulan kisah: “Mereka yang kembali kepada Allah”
Oleh: Muhammad Abdul Aziz Al Musnad
Diterjemahkan oleh Dr. Muhammad Amin Taufiq.

No comments:

Islam dan Waktu - Hassan alBanna

Islam datang berbicara tentang waktu. Islam menjelaskan tentang nilai waktu dan nikmatnya. Islam juga menjelaskan kepada umat manusia bahawa umur mereka terbatas. ”Tiap-tiap umat itu ada ajalnya tersendiri.” (Al-A’raf: 34)

Islam datang memperingatkan kita agar jangan sampai lalai. Islam menjelaskan bahawa yang paling bererti dalam kehidupan ini adalah waktu. Nabi saw. Bersabda,”Tidak ada satu hari pun yang fajarnya menyinsing kecuali ia pasti mengatakan,”wahai anak Adam, aku adalah ciptaan baru yang menjadi saksi atas amal perbuatan kalian. Berbekallah dengan menggunakan kesenpatan yang ada, kerana sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi hingga hari kiamat.” Waktu itu terbatas, dan perbuatanmu setiap waktu akan dihitung. ”Para malaikat siang dan malam secara bergiliran sentiasa mengawasimu.” Putaran siang berakhir hingga asar, dan putaran malam berakhir hingga subuh. Segala amal perbuatanmu yang baik mahu pun buruk akan sentiasa dihitung dan dicatat. ”Sebenarnya Kami sentiasa mendengar, dan utusan-utusan Kami pun sentiasa mencatat di sisi mereka.”(Az-Zukhruf: 80).”Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hambaNya, dan Dia mengutus kepada kalian malaikat-malaikat penjaga.”(Al-An’am: 61) clock.jpgIslam datang untuk menolehkan pandangan manusia agar melihat bahawa sesungguhnya Allah SWT. telah menganugerahkan kepada mereka sekian banyak hari dan waktu untuk diisi dengan perbuatan bermanfaat. Jika mereka mahu memperhatikan hal ini, mereka pasti berbahagia dan beruntung. Jika tidak, mereka pasti akan sengsara dan merugi. ”Maka tatkala mereka telah melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka telah girang dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan tiba-tiba, sehingga ketika itu mereka terdiam berputus asa.”(Al-An’am: 44) Islam menjelaskan kepada kalian bahawa waktu kalian sangatlah terbatas. Ia merupakan anugerah dari Allah SWT. yang diberikan kepada kalian. Maka kewajiban kalianlah membekalkan diri dengan mengisi waktu, kerana dalam kehidupan ini, sesuatu yang paling mahal nilainya adalah waktu. Jika waktu telah berakhir, ia takkan dapat diganti. Bila telah berlalu, ia tak akan kembali. Kerana itu, Abu Bakar ra. Pernah berdoa,”Ya Allah, janganlah Engkau siksa kami secara tiba-tiba.” Allah SWT. telah memerintahkan kita untuk menggunakan waktu dalam empat perkara: * Pertama: Dalam perkara yang dapat menyelamatkan keagamaan kita, iaitu berupa ketaatan kepada Allah SWT. Ini terbahagi kepada dua:o Perkara-perkara yang difardhukan oleh Allah kepada kita dan tertentu waktunya, seperti salat, zakat, puasa, haji dan seterusnya.o Perkara-perkara yang dianjurkan oleh Allah kepada kita berupa amalan-amalan nafilah (sunnah), seperti tilawah Al-Quran, sodaqah, zikir dan membaca Selawat Nabi. * Kedua: Dalam perkara-perkara yang juga memberikan manfaat kepada kita , berupa mencari rezeki yang halal untuk keperluan kita dan keluarga yang kita tanggung. Jika hal ini kita lakukan dengan ikhlas, ia menjadi amal ibadah. Rasulullah saw. Bersabda.”Barangsiapa di petang hari keletihan kerana bekerja, di petang itu dia mendapat ampunan.” * Ketiga: Dalam perkara-perkara yang mendatangkan manfaat kepada orang lain. Itu merupakan bahagian dari bentuk penghampiran (qurbah) diri yang paling agung. Rasulullah saw. Bersabda, ”Barangsiapa keluar rumah untuk memenuhi hajat saudaranya, ia seperti orang yang melakukan iktikaf di masjidku ini selama sebulan.” Hal ini memuatkan hakikat bahawa manusia seluruhnya adalah ”keluarga” Allah. Orang yang paling dekat denganNya adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Kerana itu, engkau mesti dapat memberikan manfaat kepada mereka, sama ada dalam aspek material atau pun lainnya. * Keempat: Dalam perkara yang dapat memberi ganti atas sesuatu yang hilang dari kita, iaitu waktu istirehat. Kerana sesungguhnya badanmu itu mempunyai hak yang harus kau tunaikan. Kerana itu, tentukanlah waktu khusus untukmu, yang di situ kamu dapat memperbaharui kegiatanmu dan menyegarkan kembali semangatmu. Itu dapat dilakukan dengan cara berenang, memanah, menunggang kuda, santai yang baik, dan jenis-jenis ketrampilan olahraga lainnya. Sayangnya kita telah terbiasa untuk tidak mengenal nilai waktu dalam berbagai aktiviti kehidupan kita. Kita tidak menghargai waktu sebagaimana mestinya dan kita menggunakannya untuk hal-hal yang tidak ada kaitan sama sekali dengan Islam, seperti menonton filem, teater, tarian dan menghadiri kelab-kelab yang penuh maksiat. Kita bertaqlid kepada Eropah secara buta, lebih mengutamakan kegiatan itu daripada kegiatan yang baik dan amalan-amalan yang bermanfaat. Kita memohon kepada Allah SWT. taufiq yang kekal serta hidayah menuju jalan yang paling lurus. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada penghulu kita Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya.